Saturday, February 18, 2012

Taksi di Manokwari

Ojek di Manokwari (tampak belakang) hehe
Kalau kita mendengar kata 'taksi', pasti yang terlintas di benak kita adalah mobil sedan dengan neon box di atasnya dan kita harus membayar sesuai dengan argo. Bila di Jakarta kebanyakan warnanya biru, meskipun ada warna putih, kuning, dan berbagai macam warna lain tergantung perusahaan taksinya.

Tapi bila kalian membawa ekspektasi itu ke Manokwari, bersiap-siaplah mulut kalian akan ternganga. Karena taksi disini sama dengan ojek di Jakarta. Haha. Tapi jangan salah, taksi alias ojek ini berbeda jauh dengan di Jakarta yang mangkal di setiap sudut jalan dan trotoar. Ojek (mulai sekarang bilangnya ojek aja ya) di Manokwari biasanya ngiter cari penumpang seperti taksi. Dan uniknya setiap tukang ojek mengenakan helm dengan warna dominan yang sama, yaitu kuning. Dan di bagian belakang helm kita akan melihat plat nomor dengan nomor tertentu. Mungkin nomor keanggotaan kali ya. Hehe

Pengalaman saya naik ojek adalah saat saya dari salah satu pantai di Manokwari. Saya yang sama sekali belum mengenal transportasi disana berangkat pagi-pagi pada hari Minggu menuju pantai (lupa nama pantainya apa) karena berniat untuk melihat sunrise disana. Bahkan saat saya keluar hotel, pagar hotel masih digembok.

Saya bingung bagaimana transportasi menuju pantai tersebut, dan bodohnya saya lupa bertanya pada resepsionis hotel. Haha. Akhirnya saya berjalan kaki menuju arah pantai tanpa tahu harus naik apa. Lalu di pertigaan, ada seorang pengendara motor menawarkan tumpangan pada saya. Akhirnya saya langsung naik karena saya pikir dia adalah tukang ojek. Saat sampai di pantai, saya tanya berapa ongkosnya? Dia malah bertanya balik biasanya berapa? Lhaaa?

Akhirnya saya kasih saja uang 15 ribu rupiah (karena saat saya kasih 10 ribu dia bilang kurang). Huh, bilang aja sih tarifnya berapa, ntar gue bayar kok.

Setibanya di pantai, saya berjalan menyisiri pantai yang sepi. Bukan sepi lagi malah, karena hanya saya yang ada di pantai itu!! Ahh mau main air malu sama penjaga warung di pinggir jalan. Lagipula saya kan kesini mengejar sunrise. Dan beberapa menit di pantai saya sadar betapa bodohnya datang ke pantai di Minggu pagi. Kenapa? Manokwari mayoritas penduduknya adalah kristiani, bayangkan saja sendiri apa yang sedang mereka lakukan di pagi-pagi hari Minggu?

Oke, back to topic. Akhirnya kebenaran tentang tarif ojek dari pantai ke hotel saya terkuak saat perjalanan pulang. Karena saya masih belum tahu yang namanya ojek di Manokwari, saya berjalan di pinggir jalan sambil menikmati suasana pagi karena saya tidak tahu mana yang ojek dan mana yang bukan. Bahkan saya asal salah melambaikan tangan pada setiap motor yang lewat. Hahaha

Dan sukses, seorang bapak yang mengenakan helm kuning berhenti dan saya bilang tujuan saya. Oalah, dari bapak itu baru saya tahu bagaimana kriteria ojek di Manokwari. Ya ciri-cirinya seperti yang saya sebutkan di atas. Jadi, ojek yang saya naiki ke pantai sebelumnya sebenarnya orang biasa yang kebetulan searah alias ojek gadungan. Hahaha.

Dan, bisa kalian bayangkan berapa tarifnya? Hanya 7 ribu rupiahh.!!  Huaaaa, tahu sendiri lah bagaimana perasaan saya saat itu. T-T

Akhirnya, sejak saat itu saya keliling kota manokwari naik ojek. Tinggal berdiri di pinggir jalan dan kalau ada orang yang pakai helm kuning, tinggal lambaikan tangan, pasti dia berhenti. Bahkan pernah saya harus membayar 30 ribu karena muter-muter cari tiket pesawat ke Jakarta sama tukang ojeknya. Nah, biar hemat, naik ojeknya satu-satu aja. Maksudnya tidak perlu minta tukang ojeknya nungguin kita. Jangan takut ga dapet ojek, mereka banyak kok berkeliaran di jalan-jalan Manokwari.

Kebanyakan tukang ojek di Manokwari adalah orang perantauan. Bahkan saya tidak pernah naik ojek yang tukangnya orang papua. Sebagian besar perantauan dari Sulawesi bahkan ada juga yang asalnya dari pulau Jawa. Sampai saya mikir, orang jawa kok ngerantaunya bukan ke Jakarta aja yang lebih dekat. Hmm, entahlah. Padahal sepertinya lebih enak di Jakarta ya daripada di Papua. Pulang kampungnya jauh cuyy..

Thursday, February 9, 2012

Hotel mana hotel mani??

Hotel Pelangi di Tanjung Pinang, Kepri
Ahh judulnya ga jelas. Soalnya bingung mau judulnya apa. Pokoknya saya mau bahas soal hotel di postingan ini.

Hotel adalah tempat kita menginap selama berada di bla bla bla. Oke, saya yakin bukan itu yang pengen kalian baca, dan juga bukan itu yang pengen saya tulis. Hehe *apalah ini*

Pertama kali saya menjejakkan kaki ke hotel (dan menginap tentunya) adalah hotel Ibis Jembatan Merah, Surabaya. Saat kelas 3 SMK saya jadi salah satu peserta OSTN (searching ya) ke 2 yang dilaksanakan di Surabaya. Berangkat dari Jakarta naik kereta di Gambir pagi hari dan sampai di stasiun Pasar Turi, Surabaya jam 10 malam. Dan langsung menuju hotel Ibis.

By the way, Ibis itu bintangnya berapa ya? Karena waktu itu masih katro katronya, teman saya nanya sama saya hotel Ibis yang kami tempati bintang berapa. Saya bilang ga tau. Terus dia bilang "Bintang 9 kali ya?", saya heran, perasaan hotel cuma sampai bintang 5. Lalu saya tanya kenapa, dan dia jawab dengan santai "Iya kan lantainya ada 9". Lhaaa, gubrak!!

Awalnya saya dapat kamar di lantai 9 bersama dua peserta lainnya. Tapi karena harus sekamar dengan yg satu mata lomba (saya lomba fisika) saya pindah ke lantai 6. Over all, saya ga terlalu mengexplore gimana hotel ibis itu, karena setiap jam sudah dijadwalkan. Pagi berangkat ke ITS (lokasi lomba) dan malam langsung tidur di hotel karena kecapekan.

Dua tahun kemudian saya menginap lagi di hotel saat dinas kerja ke Manokwari. Karena saat itu first travelling saya dari kantor, saya disarankan untuk booking hotel dari Jakarta. Tapi, info hotel di Manokwari lumayan minim. Yang saya temukan cuma Swiss-bel Hotel yang tarif paling murah melebihi budget dari kantor. Alhasil saya berangkat tanpa booking hotel dulu. Sampai Manokwari pagi-pagi (matahari sudah terbit, liat sunrise di tanah papua dari atas pesawat dan liat laut manokwari waahhh banget, maklum first time) langsung ke klien. Dan untungnya dapat saran dari klien (bahkan diantar) untuk hotel yang bagus.

Hotel Triton, hotel baru di Manokwari. Karena baru fasilitasnya lumayan bagus dan bersih. Saya pilih kamar yang tarifnya mepet mepet dikit ke budget dari kantor (hehe, pemanfaatan fasilitas). Over all, kamarnya bagus. Ada TV dengan channel international, AC, hot-water, shower, dan fasilitas standar hotel. Yang kurang enaknya di hotel baru adalah wi-finya katanya sampai kamar, tapi ternyata belum bisa dipakai. Aduh aduuuhh.. Dan restorannya (pokoknya tempat breakfast) hanya ruangan kecil dimana kita ambil makanan secara prasmanan. Emang saya yang katrok, saya kira breakfast-nya hanya dapat roti dan teh, jadi pagi pertama saya hanya makan itu saja. Padahal ada nasi dan beberapa macam lauk pauk yang tersedia. :(

Perjalanan selanjutnya ke Kupang. Saya sempat di tawari oleh klien saya di Kupang untuk dibooking hotel sama dia. Tapi bukannya saya takut dapat hotel yang aneh-aneh, tapi saya takut dapat hotel yang ga sesuai dengan harapan saya. Hehe. Pokoknya ga mau nyesel deh. Akhirnya setelah beberapa kali dia menawarkan saya saat kami teleponan, saya pun mengiyakan setelah memberitahu budget saya. Dan apa yang terjadi? Ternyata saya dapat hotel yang lumayan tua (lupa namanya) namun di kamar nomor wahid alias yang paling bagus. Kamarnya luas, kamar mandinya luas (ada shower dan bathub, eh gimana tulisannya ya?), ada TV, AC dan teras yang tertutup, jadi tamu lain ga bisa ngeliat saya dan tamu saya di hotel. Haha. Tapi sayangnya wifi cuma ada di loby, jadi tiap malam saya tenteng tenteng laptop ke lobby dan internetan sepuasnya. Hahaha

Selanjutnya Makassar, perjalanan singkat 2D1N dan berangkat naik GIA sukses bikin engineer lain iri sama saya. Haha, namanya juga berangkat dadakan, wong saya baru di assign pagi-pagi dan berangkatnya siang jam 13.30. Super dadakan!!

Di Makassar saya nginep di hotel di jalan panakkukang dan nginep di hotel dengan nama yang sama. Seperti biasa saya mesen kamar yang tarifnya paling mendekati budget dari kantor. Tapi pas saya tanya, itu jendelanya hadap mana? Sangat mengejutkan resepsionisnya bilang, kamar ini ga ada jendelanya, Pak. Apa? Ternyata ada hotel tanpa jendela di dunia ini? Garisbawahi ya, HOTEL. Akhirnya, karena sudah malam dan malas cari hotel lain, saya downgrade ke kamar yang ada jendelanya. Capek deh.

Lalu Pematang Siantar. Teman saya sudah mewanti-wanti agar membooking hotel dari Jakarta. Tapi emang sayanya yang dudul malah cuma nyari-nyari alamat hotel di Pematang Siantar. Alhasil, saya baru kelar dari klien jam 11 malam. Cari hotel yang saya tuju tengah malam. Dan ... hotelnya penuh. Kalau untuk 1 malam ada, tapi karena saya 2 malam adanya yg lebih mahal dari budget. Oh no. Akhirnya saya (yg untungnya diantar klien) ke hotel yang di depan gedung Bank Indonesia. Oke, bukan hotel, tapi wisma.

Sumpah saya nyesel ga booking dari Jakarta. Harga hotelnya eh wisma murah banget. Saya ambil kelas nomor wahid lagi. Kamarnya sih luas, tapi kamar mandinya perangkatnya sudah tua, lampu teras mati, acara TV itu-itu aja. Ahh pokoknya nyesel deh. Makanya sejak saat itu saya bertekad untuk booking hotel dulu dari Jakarta.

Dan wualla, hal itu sukses terjadi di Tanjung Pinang. Biarpun saya hanya 1 malam disana saya puas sama hotelnya. Saya sudah booking dari Jakarta. Emang apes kali ya, pas saya mau nelpon pakai telepon kantor ternyata sudah diblock untuk interlokal, padahal saat ke Manokwari dan Kupang masih bisa. Huhu. Akhirnya saya booking via handphone pribadi ke Hotel Pelangi.

Hotelnya ciamik deh. Restorannya besar (ga seperti Triton, Manokwari), wifi sampai kamar, TV saluran internasional, shower, hot-water, dan yang paling penting kolam renang. Karena saya di Tanjung Pinang hanya 2D1N, saya memutuskan untuk berenang. Awalnya saya intip dulu kolam renangnya. Ternyata ga ada orang. Balik ke kamar siap-siap. Sempet ragu mau berenang apa ga soalnya takut malu diliatin orang. Haha. Akhirnya memberanikan diri juga untuk berenang. Service hotelnya benar-benar bagus, apalagi saya dapat diskon, wahh seneng banget.

Lain cerita saat di Pekanbaru. Bila di kota lain saya dapat kamar kelas wahid, disini hotel mahal-mahal. Meskipun banyak pilihan tetep aja kebanyakan di atas budget. Dan saya pun akhirnya memilih hotel Furaya, di kamar kelas paling bawah. Yahh hotelnya standar-standar aja. Ga ada yg istimewa. Cuma dari hotel ini saya belajar untuk bertanya apa saja fasilitas hotel. Bayangkan saja, kesetnya kayak anduk kecil dan digantung di kamar mandi sama 2 handuk mandi. Karena ga tau, keset itu saya pakai buat lap muka setelah cuci muka, dan esoknya, cleaning service dengan santai meletakkannya di depan pintu kamar mandi. What?? Itu keset??? >.<

Untuk milih hotel, biar enak mending booking dari Jakarta. Kalau perlu cari hotel yang ada fasilitas antar jemput ke Bandara (cuma di Makassar dan Kupang saya ga dapat fasilitas ini). Cari juga yang dapat breakfast biar ga ribet cari makan pagi-pagi. Hehe. Buat yang suka internetan, cari yang ada wifi sampai kamar. Buat tahu infonya bisa searching di forum, milis, atau di agoda (saya dapat rekomen bagus Hotel Pelangi dari Agoda).

Dan yang paling penting untuk milih hotel adalah,budgetnya ga melebihi yang kita punya. Hahaha. *paling penting nih* :p

KRL Comel yang Comel

KRL Commuter Line
Bagi yang bingung apa itu KRL Comel, tenang! Anda ga sendirian. Karena awalnya saya juga bingung Comel itu apa, dan ternyata eh ternyata itu singkatan dari Commuter Line. Agak maksa ga sih? Kasih tau ya kalo saya salah, soalnya cuma persepsi pribadi. Hihi

Nah, setelah sekian lama ga naik kereta dari Bekasi ke kantor di Slipi, akhirnya saya naik lagi karena alasan kesehatan. Sebelumnya saya kena tipes karena kecapekan, jadi ga berani ambil resiko naik motor seperti sebelumnya. Lagipula jadwal kuliah malam sedang kosong, jadi ga perlu kejar-kejaran sama waktu untuk kuliah. Hehe

Nah, saya sudah berbulan-bulan tidak naik kereta lagi ke kantor. Dan saat naik lagi, wahh sudah banyak perubahan. Meski saya tidak naik kereta, saya sedikit banyak update tentang perkereta-apian ibukota. Saya tahu ada perubahan sistem dari comel ke loop line yang mempersedikit jumlah perjalanan kereta. Saya browsing untuk sekedar melihat jadwal.

Saat sebelum loop line dijalankan, hanya ada 2 kereta dari Bekasi ke Tanah Abang (yg direct lho ya), yaitu jan 6.05 dan 6.17 (dulunya yg ini tuh KRL Ekonomi, dan diganti jadi comuter line). Tapi sekarang sudah ga ada. Bagi yang mau ke Tanah Abang dari Bekasi, mesti kudu wajib transit dulu di Manggarai. Hmm, agak merepotkan sih. Karena dipikiran saya bakalan susah pindah peron di St.Manggarai, apalagi kalau ada kereta yang parkir. Hedeuhh.

Akhirnya saya berangkat dari rumah jam setengah 7 (ga ngerjak kereta yg 2 itu lagi). Saya beli tiket seharga bisa Rp 6.500,- dan saya tanya ke petugasnya, "Ke tanah abang transit di Manggarai ya?" dan petugasnya bilang iya. Terus saya tanya kereta paling dekat kapan? Dan dia menunjuk papan bertuliskan Bekasi - Jakarta Kota 07.20. Dan saya langsung menuju peron 3 di stasiun Bekasi.

Ga ada yang istimewa sih. Seperti menunggu kereta biasa aja. Saya malah merasa mendingan dengan sistem loop line, karena kita ga hanya terpaut pada jadwal yang ada. Jadi berasa naik MRT versi grounded gitu lho. Hehe

Tak lama, kereta pun tiba dan masih jadi pemandangan wajar para penumpang bejubelan masuk kereta. Sedikit saran buat KCJ, peronnya di cat seperti MRT Singapura yang ada tanda dibawah tempat menunggu dan di pinggir pintu kereta. Ya agar kalau ada penumpang gampang gitu. Tapi yang susah pasti sosialisasinya. hehe

Karena penumpang ramai, saya pun mempersilakan seorang ibu hamil duduk di tempat saya. Lumayan juga lho berdiri dari Bekasi sampai Manggarai. Saya lumayan takjub melihat signage yang baru-baru dan jelas, karena tulisannya besar-besar. Saluuuut

Nah saat turun di Manggarai, langsung diinfokan KRL Commuter Bogor menuju Sudirman, Tanah Abang, dll akan segera tiba di peron 5. Jadilah saya dan penumpang yang kebanyakan tujuannya ke Sudirman berlari kecil menuju peron 5.

Saat kereta tiba dan pintu terbuka, penumpang lumayan punya kesadaran untuk mempersilakan yang turun terlebih dulu, tapi ya itu mesti ada batas di peron biar jelas menunggu keretanya dimana seperti di Singapura. Hehe, maksa yee..

Setelah semua penumpang turun, kami naik agak berdesak-desakan. Dan kondiri kereta benar-benar FULL. Saya saja berdiri tanpa berpegangan dan ga takut jatuh sama sekali. Karena apa? Karena kiri-kanan-depan-belakang badan sudah bersentuhan sama penumpang lain. Yaa sabar aja, saya tahu ini paling cuma sampai Sudirman.

Dan benar saja, saat sampai di stasiun Sudirman, penumpang berebutan turun. Bahkan ada bapak-bapak ngeselin yang pake sikut buat ngasih dia jalan. Agak ribet sih bagi saya yang berdiri di tengah jalan dan terombang-ambing oleh penumpang yang ingin turun.

Ajaib, kereta mendadak tidak terlalu penuh. Hanya beberapa orang yang berdiri di gerbong saya, bahkan saya dapat tempat duduk sampai Tanah Abang. Sesampainya di tanah abang, setelah menaiki tangga saya melihat banyak perubahan dan kemajuan. Sekarang sudah ada sekat jadi alur penumpang lebih teratur.

Oke, saya merasa senang naik kereta sistem loop line. Apalagi sistem tiket elektronik bakal segera terealisasi ke seluruh stasiun pertengahan tahun ini. Semoga lancar car car. Biar kita ga keliatan ndeso sama turis karena masih pake tiket kertas yang dibolong-bolongin. Hehe

Happy train guyss... :D

Wednesday, February 8, 2012

Pengalaman bikin paspor online - day 2

--sambungannya neehh--

Berangkat dari pengalaman di hari pertama, saya pun di hari kedua memilih berangkat pagi ke kanim kelas III Bekasi. Beberapa hal yang buat saya berangkat pagi adalah karena ga mau keulang kayak kemaren, ngantri super lama, dan kedua karena siangnya saya ada Ujian Utama di kampus saya.

Saya tiba jam 7.30 dan dapat nomor antrian 2011 (kenapa ga 2012 aja ya biar keren? haha). Itu berarti saya orang ke 11 untuk loket pembayaran. Setelah nancepin surat untuk pembayaran di 'paku berdiri' di loket 2, saya pun duduk menunggu. Sempat keluar sebentar untuk beli makanan karena belum sempat sarapan.

Sebelumnya saya jelaskan dulu disini. Status saya sekarang adalah pekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta (kayak di post pertama). Sambil kerja saya juga kuliah. Karena KTP saya statusnya masih Pelajar/Mahasiswa, saya pun mengajukan permohonan sebagai mahasiswa. Karena katanya kalau sudah bekerja, pihak imigrasi minta surat keterangan kerja dari kantor. Yaa sekilas info aja. haha

Setelah beberapa lama, nama saya dipanggil di loket 2. Saya siapkan uang untuk bayar paspor 48hal. Bodohnya, karena awalnya saya minta yang 24 hal jadi saya ga tau harga yang 48 hal. Saya kira cuma 225rb, eh ternyata, harganya 255rb. Alhasil terkuraslah dompet dan hanya tersisa 5rb rupiah.. Hiks.

Setelah bayar, disuruh nunggu lagi untuk foto dan wawancara di loket 3. Sebenernya loket 3 untuk foto dan loket 4 untuk wawancara, tapi kedua loket itu satu ruangan. Jadi cuma dipanggil buat ke loket nomor 3 aja.

Sekitar pukul 9-an nomor saya pun dipanggil (masih yg 2011 tadi). Saya masuk ke ruangan foto. Dan di dalam ternyata masih nunggu orang yang foto dulu. Karena hanya ada dua kamera untuk foto, tapi satu lagi hanya untuk orang asing. Otomatis untuk orang lokal cuma 1 kamera.

Pas difoto sih ga ada masalah apa-apa. Cuma ditanya aja bikin paspor mau kemana. Saya jawab kayak kemaren di loket 1, mau ke Singapore, buat jalan-jalan. Nah yang agak belibet di wawancara. Saya aja sampai nervous. Maklum lah pertama kali bikin paspor.

FYI : saya pernah ditugaskan oleh kantor ke beberapa kantor imigrasi di luar kota seperti Pematang Siantar. Seantero gedung sudah saya masuki, tapi entah kenapa kali ini berasa beda padahal sama-sama kantor imigrasi. Mungkin karena sekarang jadi pemohon kali ya. Hehe

Pas wawancara, saya agak kikuk. Terjadi percakapan begini sama petugasnya :

Petugas (P) : Bikin paspor rencananya mau kemana?
Saya (S) : Mau ke Singapore, Pak.
P : Sama siapa?
S : rencananya sih sendiri, Pak.
P : *kaget, memandang ga percaya* kamu bercanda?
S : *panik* i .. iya Pak. Tapi ada rencana sih sama temen akhir tahun ini tapinya. *mulai siasat ngibul*
P : emang mau ngapain?
S : jalan-jalan aja, Pak.
P : jalan-jalan apa kerja?
S : ya jalan-jalan lah, Pak.
P : jalan-jalan apa kerja? --serius petugasnya sampe 4x nanya begitu ke saya dan saya jawab dengan jawaban yang sama--

*skip*

P : jalan-jalan apa kerja? --untuk ke-4 kalinya--
S : *gondok* ya jalan-jalan lah, Pak. Lagian mau kerja gimana? wong saya kuliah kok. Kalo bapak ga percaya, mau saya tunjukin tanda kalo saya kuliah? Nanti sian aja ada ujian.
P : *mikir bentar* Boleh sini
S : *ngeluarin KRS karena Kartu Tanda Mahasiswa belum kunjung keluar* nih  Pak
P : Ohh oke. Takutnya kan kesana mau kerja.
S : *nyengir kuda* oh iya, saya ngerti sih pak kalo begituan mah.. *jadi sok bijak*

Dan setelah itu semuanya berjalan lancar. Paspor saya jadi dalam waktu 4 hari kerja. Yippie akhirnya bakalan punya paspor juga. Hihi. Dateng pagi emang ga salah deh. Sebelum jam 10 saya sudah selesai dan bisa langsung ke kampus buat Ujian.. hedeuuhh

Tips :
kalo di depan petugasnya usahakan santai dan relaks aja. Kalo takut salah ini itu sih wajar, tapi jangan berlebihan. Banyakin senyum aja biar tenang *resep pribadi*. Kalo petugasnya agak galak, mungkin tabiat orangnya emang begitu. Anggep aja latihan sebelum ketemu petugas imigrasi negara laen. Haha

Warning :
Oh iya, pas ngantri foto di sebelah kanan saya duduk ibu-ibu yang nomor antriannya 49, dan di sebelah kiri saya ada orang kayak calo gitu. Dan jadilah saya di tengah-tengah jadi kayak saksi bisu yg ga dianggep ama mereka berdua.

Ajaibnya, ibu itu foto setelah saya (inget nomor saya 11 dan dia 49). Wah canggih juga ternyata calonya. Untung bukan saya yang keselak sama mereka. Jadi EGP deh.. Haha


Pengalaman bikin paspor online - day 1

Mungkin udah banyak yg posting di blog masing-masing tentang pengurusan paspor online. Bahkan dari mereka lah saya belajar step by step untuk membuat paspor secara online dan mandiri. Dan berikut pengalaman saya mengurus paspor online dan mandiri di Kanim (kantor imigrasi) kelas III Bekasi.

Sehari sebelum ke kanim bekasi, saya melakukan registrasi online di web imigrasi berikut :


jangan tanya gimana ngisinya ya, saya mau share pengalaman di kanimnya. kalo untuk proseduralnya bisa googling aja.. hehe

Setelah semua data terisi dan dokumen lampiran sudah di upload, saya pilih kanim bekasi dan datang untuk esoknya. Lalu keluarlah surat pra permohonan untuk datang pada lokasi dan tanggal yg saya inginkan. Ternyata di surat itu disuruh datang jam 8.00 - 11.00.

Berdasarkan rekomendasi dari beberapa blog dan kaskus, disarankan untuk datang pagi. Ga tau mata saya yg sliwer atau gimana, saya malah baru berangkat dari rumah jam 9 pagi. Haha. Dan itu pun belum fotocopy dokumen lampiran dan bahkan belum print out surat pra permohonan.. Dan bodohnya, surat pra permohonan saya taruh di microsd hape, dan saya bawa card reader, dan saat sudah di tempat print ternyata card reader saya rusak (nyoba di 2 tempat print).

Sempet panik takut ga keburu sampe kanim sebelum jam 11, akhirnya saya nemu warnet yang nyediain card reader dan surat pra permohonan pun di print.

Note : jangan melakukan hal seperti saya kalo ga mau ribet. kalo saya emang ga suka yang flat, makanya apa aja diribetin. haha *ngeles*

Setelah semuanya siap, saya menuju kanim dan meminta nomor antrian. Sempet bingung juga pas minta formulir sama surat keterangan belum punya paspor. Untuk beli mapnya juga di dalam (bukan di koperasi), sekalian sama beli materai 6000, jadi kena 15rb (map 7rb, materai 8rb). Oke, it's oke lah..

Saya dapat nomor antrian 1051, eits jangan pikir saya orang yang keseribu sekian. Nyatanya saya orang ke 51. Setelah sekian lama menunggu dengan twitteran dan baca buku naked traveler 3 (siap-siap bacaan buat nunggu ya), akhirnya nomor saya dipanggil. Dan saya adalah orang kedua terakhir sebelum loket 1 (yg nerima berkas permohonan paspor) tutup.

Saya serahin semua berkas dan nunjukin dokumen asli (jangan lupa dibawa ya). Sempet ditanya-tanya juga mau kemana bikin paspor. Agak kaget juga ditanya begitu, berasa dianggep orang yg mau jadi TKI ilegal. Haha.

Nah satu hal yang aneh adalah, saya pesen paspor yang 24 hal (karena ga yakin bakal sering ke luar negeri), eh tapi sama bapaknya katanya ga bisa, jadi nurut aja deh disuruh paspor yang 48hal. Alhasil pengeluaran buat paspor pun membengkak. Hedehhh..

Dan dari info yang saya dapat, kalo kita udah daftar online kita bisa foto dan wawancara di hari yang sama, dan hal itu ga terjadi sama saya. Kenapa? karena kata petugasnya untuk foto hari itu sudah penuh.. Ebusett. Dan saya disuruh datang besoknya untuk foto.

Alhasil saya tau kenapa orang-orang nyaranin dateng pagi, biar bisa foto dan wawancara di hari yg sama. Tapi mending lah daripada ga register online. Kalo ga register online, disuruh foto dan wawancara 3 hari kemudian, lumayan bermanfaat kan berarti register online tersebut.. Hehe

--bersambung yee--

Tuesday, February 7, 2012

Travelling

Di bukit Manokwari, background laut :D

apa itu travelling? ya jalan-jalan. Yang dibingungin maksudnya jalan-jalan yang bagaimana? Tulisan travelling aja gue bingung 'L'-nya ada satu apa dua apalagi definisi sebenarnya.

Oke, mungkin definisi traveling (anggep 'L'-nya cuma satu biar hemat karakter) itu personal ya. Menurut gue traveling itu jalan-jalan kemana aja. Deket atau jauh yang penting judulnya jalan-jalan. Bahkan ke minimarket di jalan raya komplek juga gue bilang jalan-jalan. :p

Bisa dibilang gue hobi traveling, tapi sejauh ini masih dalam kota aja. Kecuali kalo dibayarin kantor, tanah papua pun pernah gue pijak. haha.

Dulu sebelum masuk SD, gue setiap bulan pulang kampung sama nyokap ke Pariaman, Sumbar. Mungkin dulu gue hapal betul jalan lintas sumatera. Beloknya dimana, berbukit-bukit dimana, dan berhenti buat makan dimana, karena dulu selalu pake bus yang sama, Lampung Jaya. *cihuyy .Nah pas udah masuk SD, hilanglah habitual gue yg satu itu. Dan baru pulang kampung lagi saat kelas 5.

Pas SMP, mulailah kegilaan gue sebagai alone-traveler. Saat busway koridor 2 jurusan Pulogadung - Harmoni dibuka, gue jadi berani buat keliling kota Jakarta seorang diri. Pernah waktu balik dari atletik di kawasan Rawamangun, gue yang pulangnya lewat Pulogadung, naik busway itu dengan satu maksud. Nyoba naik busway. Hehe. Kalo yang sering naek busway pasti tau kalo koridor dua itu sistemnya dulu muter karena halte harmoni belum jadi. Nah naiklah gue dari halte Pulogadung dan turun lagi di Halte Pulogadung. Haha, city tour singkat dari dalam busway.

Kebiasaan alone-traveler gue makin menjadi saat gue berani dateng ke JCC sendirian, padahal itu buat pertama kalinya, dan ingat, gue masih SMP waktu itu. Bahkan yang menurut gue paling gila adalah, gue pernah ke Dufan sendirian. Bayangin dah, apa enaknya coba maen sendirian disana kayak anak ilang. Eits tapi bukan gue yg boring kalo sendirian. Gue merasa fun aja saat itu, bahkan puas karena banyak wahana yang bisa gue naikin tanpa perlu berdiskusi dulu. hahaha

Saat SMA alias SMK, karena gue ikut beberapa ekskul membuat gue sering bolak balik ke Jakarta - Puncak. Pokoknya setiap tahun pasti ke Puncak dah. Yang paling jauh adalah pergi ke Surabaya buat wakilin DKI dalam ajang Olimpiade Sains Terapan Nasional (OSTN) yang ke-2. Perginya naek kereta eksekutif (maklum dibayarin pemda) dari Gambir dan sampainya jam 10 malem di stasiun pasar turi Surabaya. Dan pulangnya, sangat ga gue duga, naek pesawat cuy. That is the first time I take a plane. Yuhuuu.

Lucunya, karena kita rombongan, jadi check in diatur secara kolektif, dan beruntung gue dapet tempat duduk di samping jendela. Ada peserta laen yang pengen tukeran tempat duduk ama gue. Yee, ogahh yee.. :p

Nah pas udah kerja nih yang bikin gue makin sering keluar kota. Pertama kali ditugaskan ke Manokwari, Papua Barat. Nyokap udah panik karena si bungsunya bakal pergi jauh banget. Temen-temen bilang waspadai malaria. Kakak gue iri karena gue bakal naek pesawat lagi. Dan gue sangat excited, biarpun ga berharap bakal ketemu sama orang-orang suku asmat pake koteka. Haha

Selain ke Manokwari, sejauh ini gue udah pernah ke Kupang, Makassar, Tanjung Pinang, dan Pekanbaru. Alhamdulillah masih kota-kota besar. Hahaha. Pengen sih sesekali ke pedalaman, tapi nanti dulu yee..

Pokoknya bagi gue jalan-jalan itu ibarat kebutuhan. Bahkan gue sering gonta-ganti rute ke kantor (rumah gue di Bekasi dan kantor di Slipi o.O ) biar ngerasain suasana baru setiap harinya. Kadang lewat Manggarai, kadang lewat Pemuda, atau Menteng, atau bahkan jalur keramat Casablanca - Kuningan. Semua udah gue jabanin. Biarpun macetnya menjadi, melihat gedung-gedung tinggi menjulang dan crane-crane yang lagi bangun gedung baru bikin gue gimanaa gitu. Ya karena gue bukan pecinta alam, tapi lebih suka ke city tour. Tapi kalo city tournya Jakarta terus, bosen juga lah guenya. -___-